"Selamat Datang Di Blognya Gus Mied Baidlowi"

Oleh: Gus Mied Baidlowi
Mahasiswa Al-Azhar University Cairo


Waktu Keberangkatan Ibadah Hajiku

Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya panggilan itupun datang menghampiriku. Panggilan suci untuk beribadah haji ke Baitullah Mekkah dan berziarah ke Raudloh Syarifah baginda Rasulullah saw, di Madinah. Rasa bahagia yang mendalam tercermin di wajahku, hingga tak terasa air mata haru mewarnai pemandangan wajahku. Hari itu hari jum’at pukul 22.00 WK (Waktu Kairo) telah berjajar lima bus eksekutif, di sampingnya diriku telah berdiri dan juga seluruh mahasiswa dan mahasiswi jamaah haji yang berjumlah sekitar dua ratusan orang. Begitupun ratusan teman-teman yang ikut mengantarkan keberangkatan kami telah memenuhi pelataran Suq Sayarah (nama sebuah tempat lapang yang di gunakan untuk jual beli mobil di salah satu kota Kairo). Lantunan doa dan ucapan pamitan yang bergemuruh dari para pengantar dan calon jamaah haji telah membisingi suasana saat itu. Setelah para calon jamaah haji berpamitan, akhirnya kami satu persatu memasuki bus-bus yang telah dipersiapkan tersebut. Tak lama kemudian bus satu persatu berjalan pelan menuju pelabuhan Safaga.

Karena perjalanannya di waktu malam hari, kami semua tertidur pulas dalam perjalanan tersebut hingga tak terasa pukul 04.30 WK, dan ternyata bus yang kami naiki telah berhenti di depan pelabuhan Safaga. Setelah menunggu sekitar tiga puluh menit, azan sholat Shubuhpun berkumandang. Lalu kami segera mengambil air wudlu dan menuanaikan ibadah sholat berjama’ah di samping kendaraan bus kami.

Selidik demi selidik, setelah bertanya kepada penjaga pintu pelabuhan, ternyata pelabuhan Safaga dibuka mulai pukul 14.00 WK. Akhirnya kamipun menunggu sambil menikmati makanan yang kami bawa di sekitar pelabuhan dan merapikan segala persiapan kami. Setelah semuanya siap dan waktupun menunjukkan pukul 13.30 WK, kami segera bergegas memasuki pelabuhan yang sudah ngantri ratusan orang di depan pintu masuknya. Setelah di buka kamipun masuk satu persatu dengan diperiksa tas koper dan semua barang-barang bawaan kami.

Setelah melewati urusan pemeriksaan kami selesaikan, maka kami segera naik ke kapal satu persatu. Setelah rombongan kami naik kapal semuanya, di dalam kapal ternyata tidak hanya kami saja, melainkan banyak juga orang Mesir dan juga orang asing lainnya yang berangkat haji dari Mesir dengan jalur kapal laut.

Waktu menunjukka jam 20.00 WK, suara jangkar-jangkar kapal yang dilepaskan terdengar keras membisingi suasana di kapal saat itu, sebagai tanda bahwa kapal siap bergerak menuju pelabuhan Jeddah Saudi Arabia. Tak lama kemudian, ku tengok jendela kapal, ternyata kapal sudah berjalan dengan pelan menjauh dari tepi pelabuhan Safaga.

Perjalan dari pelabuhan Safaga menuju pelabuhan Jeddah membutuhkan waktu sekitar 37 jam atau sekitar satu hari dua malam. Dalam perjalanan menuju Jeddah, kami menikmati pemandangan Laut Merah yang begitu indah dengan udara yang cukup dingin. Setelah seharian kami di kapal, waktu menunjukkan pukul 02.00 WK, tiba-tiba terdengar suara dari tempat informasi: “Para penumpang kapal yang budiman, kita telah memasuki miqot haji Juhfah”. Informasi itu menandakan bahwa kami harus segera bergegas mengganti pakaian dengan kain ihram, maka kamipun dengan segera berganti pakaian.

Setelah waktu menunjukkan 09.00 WS (Waktu Saudi), tiba-tiba terdengar suara jangkar-jangkar dijatuhkan ke laut dan terasa getaran getaran keras gesekan kapal dengan batas tepi pelabuhan Jeddah. Setelah ku tengok ke jendela ternyata kapal telah berhenti dan menepi, berarti menandakan kami telah sampai di pelabuhan Jeddah. Kami segera bergegas turun dari kapal, maka kami jumpai berderet-deret bus telah siap untuk mengantarkan kami ke tempat imigrasi pelabuhan guna pemeriksaan paspor dan mengisi formulir entry sebagai tanda resmi izin memasuki Negara Kingdom Saudi Arabia. Setelah segala urusan-urusannya selesai, kami segera diantarkan menuju tempat peristirahatan bagi para jemaah haji yang diberi nama “Madinatul Hujjaj”. Kami istirahat dan makan siang di sana hingga pukul 17.00 WK. Setelah bus-bus pengantar jemaah haji menuju ke Mekkah telah siap berangkat, kami melanjutkan perjalanan menuju Mekkah. Tak terasa sekitar 5 jam perjalanan telah kami lalui, maka sampailah kami di tanah suci kota Mekkah. Kami yang berjumlah lima bus ini, oleh broker haji kami telah di sewakan penginapan yang sangat sederhana di daerah Misfalah sekitar 1 km dari masjidil Haram.


Saat Tiba di Tanah Suci Mekkah

Perlu diketahui ibadah haji yang kami lakukan adalah haji Tamattu’; yaitu mendahulukan pelaksanaan ibadah umrah dari ibadah haji. Disamping itu ibadah haji tamattu' wajib membayar dam (denda) baik berupa menyembelih seekor kambing atau berpuasa 10 hari, 3 hari di Mekkah dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya. Jadi, Tanpa kenal lelah kami dengan segera bergegas mempersiapkan diri untuk melakukan thawaf Qudum plus umrah. Pertama kali diriku memasuki Masjidil Haram, saya sangat tertegun karena melihat jutaan umat Islam sedang duduk berdesak-desakkan menunggu sholat Shubuh. Tepat kakiku menginjak alas masjidil Haram yang terbuat dari batu Marmer, suara azan Shubuh berkumandang dengan indah sebagaimana kita sering mendengar azan Masjidil Haram di stasiun televisi. Sungguh sangat indah dan berkesan, saat pertama kali melihat keagungan Masjidil Haram yang selalu kita lihat di photo-photo atau disiaran televisi. Dalam Hati ku berkata: “Akhirnya aku bisa melihat Ka’bah dengan nyata di depan mata. Subhanallah”.

Setelah menunaikan sholat Shubuh berjamaah, aku langsung berdiri berjalan menuju tempat thawaf. Aku mulai thawaf pertama kaliku ini dengan pelan-pelan sambil menikmati pemandangan keagungan Ka'bah di depan mata. Sekitar satu jam, akhirnya aku telah menyelesaikan tawaf tujuh putaran dengan lancar, lalu kulanjutkan sa’i tujuh kali putaran juga dan diakhiri dengan tahallul (mencukur sebagian rambut kepala sebagai rukun akhir dari ibadah umrah). Setelah menyelesaikan umrah dengan baik, segera ku bergegas menuju tempat penginapan untuk mengganti ihram dengan pakaian biasa. Kemudian badan ku istirahatkan karena kecapaian seharian belum tidur sama sekali.

Memasuki hari yang kedua di Mekkah, aku isi dengan beribadah umrah. Hari itu al-hamdulillah aku bisa mengerjakan ibadah umrah sebanyak dua kali. Setelah dua hari aku berada di penginapan mahasiswa jamaah haji dari Mesir, sesuai dengan perintah ibundaku untuk segera menemui KBIH rombongan dari Pekalongan. Sebab di situ ada dua orang budheku yang kebetulan bersama-sama menunaikan ibadah haji. Akhirnya aku segera bergegas mencari tau alamat KBIH dari Pekalongan. Dan tak lama kemudian aku sampai pada alamat tersebut setelah di antar oleh sebuah taxi. Setelah memasuki tempat pemondokan jamaah haji dari Pekalongan yang disebut dengan maktab, aku segera menemui pembimbing KBIH tersebut meminta izin supaya aku bisa ikut tinggal dan menetap di maktab tersebut. Al-hamdulillah akupun segera mengantongi izin tersebut karena kebetulan yang menjadi pembimbing adalah guruku sendiri yang pernah mengajar mata pelajaran B. Arab dahulu kala waktu sekolah di Madrasah Aliyah Simbang Kulon Pekalongan. Beliau bernama KH. Kholil Muhdlor Lc, seorang lulusan sarjana Timur Tengah dari Universitas di Madinah. Akhirnya tak lama kemudian akupun segera menjumpai kedua budheku tersebut, dan nampaknya mereka sudah menungguku sejak lama, sebab mereka datang lebih awal sekitar 2 minggu dibanding jamaah haji kami. Setelah kudekatkan diriku di depan budheku, beliau sangat kaget dan akupun langsung dipeluknya dengan erat, mencurahkan rasa kangen yang telah bertahun-tahun, karena sudah 4 tahun aku tidak ketemu mereka. Pokonya hari itu hari yang sangat membahagiakan dan mengharukan bagi-ku.

Aku sengaja memisahkan diri dari mahasiswa jamaah haji dari Mesir dan memilih tinggal bersama jemaah haji dari KBIH Pekalongan, sebab penginapan yang kami tempati sangat kecil, tidak memadahi jumlah kami yang sangat banyak, jadi sangat tidak nyaman sekali bila aku tetap tinggal di situ. Sebagian barang-barang milikku, aku tinggal di penginapan itu, dan hanya tas punggung dengan beberapa pakaian, ku bawa ke maktab KBIH dari Pekalongan tersebut.

Hari demi hari ku lewati dengan para jamaah haji dari kota asalku Pekalongan tercinta. Kami saling bercerita satu sama lainnya, mengenai perkembangan terbaru kota Pekalongan dan tempat belajarku Negeri Mesir. Dan sering jamaah haji yang mengajakku jalan-jalan berbelanja untuk menawarkan sejumlah barang atau oleh-oleh yang ingin mereka beli, karena aku dianggap bisa berbahasa arab dengan baik. Dengan senang hati kupenuhi ajakan mereka, karena mereka semua telah aku anggap seperti sudara-ku sendiri.


Saat Menuanaikan Ibadah Haji Telah Tiba

Setelah beberapa hari aku tinggal di KBIH Pekalongan, tibalah waktu haji yang kita tunggu-tunggu yaitu tanggal tanggal 9 Dzulhijjah menandai tibanya hari Arafah untuk melaksanakan Wukuf yang merupakan salah satu Rukun Haji yang tidak dapat ditinggalkan ataupun digantikan/badal. Apabila jamaah haji tidak dapat melaksanakan Wukuf, maka hajinya tidak sah dan batal hajinya. Di Hari Arafah ini, sejak matahari terbit hingga terbenamnya matahari, merupakan saat-saat yang sangat dinanti-nantikan oleh seluruh Jemaah Haji bahkan oleh seluruh umat muslim, karena pada saat Wukuf ini Allah menjadikannya waktu yang mustajab untuk berdoa dan minta taubat. Oleh karenanya pada saat Wukuf ini, Jemaah Haji hendaknya mengisi waktunya dengan memperbanyak Talbiah, Dzikir, Istiqfar, Takbir, Tahlil dan Tahmid serta berdoa untuk dirinya, anak, orang tua, saudara dan kerabat muslim lainnya.


Sebagaimana tuntunan Rasulullah Muhammad SAW, setibanya waktu Dzuhur, Imam memimpin Sholat Dzuhur dan Ashar di jama’ takdim qosor dengan 1 kali Adzan dan 2 kali Qomat lalu dilanjutkan dengan Khutbah Arafah dan berdoa di dalam tenda. Dan al-hamdulillah hari itu semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apapun.

Datangnya waktu magrib menandakan selesainya waktu Wujuf. Setelah melaksanakan Sholat Maghrib dan Isya dengan jama’ takdim qosor , kamipun bersiap-siap di tenda menunggu panggilan menuju kendaraan bus untuk meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah sebelum tengah malam. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kamipun dipanggil menuju ke tempat kendaraan dan pukul 21.00 WA (waktu Arab Saudi) kami sampai di Muzdalifah. Dalam perjalanan menuju Muzdalifah kami melihat banyak jamaah haji dari luar, mereka berbondong-bondong berjalan kaki dari Arafah menuju Muzdalifah, padahal jaraknya cukup jauh, termasuk mahasiswa jamaah haji dari Mesir merekapun berjalan kaki beramai-ramai, karena memang tidak ada pelayanan transportasi khusus untuk mereka. Ketika kami turun dari bus, sekali lagi kami melihat pemandangan yang indah, di tanah Muzdalifah yang begitu luas telah dipadati oleh jamaah haji yang berpakaian putih-putih semuanya. Dengan tertibnya para jamaah haji menempati tanah lapang sesuai dengan saat kedatangan mereka, jadi yang datang lebih awal ditempatkan di daerah yang paling depan, begitu seterusnya sehingga jemaah dengan tertibnya mengatur posisinya memasuki tanah lapang tersebut untuk Mabit di Muzdhalifah. Sambil menikmati saat mabit di Muzdalifah kamipun segera mempersiapkan mengambil batu kerikil sebanyak 63 buah untuk digunakan Melontar Jumrah esok harinya.

Setelah mabit di Muzdalifah selesai, kami pun segera bergegas menuju ke Mina guna melempar Jumroh Aqobah. Hari itu tepat tanggal 10 Dzulhijah yaitu hari raya Idul Adha, Setelah sampai di Mina kami mendapatkan tempat perkemahan khusus, sesuai dengan kloter dan daerahnya masing-masing. Setelah meletakkan barang-barang tas dan sebagainya, kami segera bergegas bersiap-siap menuju Jamarat untuk melaksanakan Jumrah Aqabah. Kami serombongan berjalan kaki melewati terowongan Mina menuju Jamarat, jarak dari Mina hingga Jamarat sekitar 3.5 km. Sepanjang perjalanan menuju Jamarat tidak henti-hentinya para jemaah mengagungkan asma Allah dengan terus bertalbiah sehingga tanpa terasa kamipun sudah berada di Jamrah Aqabah. Sekalipun saat itu banyak jemaah haji yang berada di tempat ini, namun Alhamdulillah kami dapat leluasa melontarkan kerikil. Setiap kali akan melontarkan kerikil, kami mengucapkan:¨Bismillahi Allah Akbar¨ kami lontarkan kerikil satu persatu ke tembok yang datar dengan ukuran panjang 15 m dan tinggi 5 m yang berada dalam sumur yang melingkar hingga tujuh kali.

Setelah selesai melontar Jamrah Aqabah, kamipun langsung Tahallul yaitu menggunting sebagian rambut kepala kemudian melanjutkan perjalanan kaki menuju ke tenda di Mina. Sesampainya di tenda, kamipun sudah dapat melepaskan pakaian Ihram yang sudah kami pakai selama dua hari dua malam. Setelah menginap tiga hari tiga malam di Mina, akhirnya kita kembali menuju Jamarat untuk melempar jumroh Nafar Tsani dengan tujuan memudahkan dan menghemat tenaga jamaah haji.

Setelah selesai mengerjakan rukun haji berupa melempar jumroh dan mabit di Mina, kami seromboongan segera bergegas menuju Maktab kami di Mekkah yang berada di Ka’kiyah (nama sebuah daerah di Mekkah yang jaraknya sekitar 10 km dari masjidil Haram).

Setelah sempat beristirahat di maktab, kamipun ingin segera menyelesaikan semua rukun haji yang kurang, yaitu thawaf Ifadlah. Setelah mengerjakan thawaf 7 kali putaran, sa’i 7 kali putaran dan di akhiri dengan Tahallul, maka sempurnalah ibadah haji kami.

Waktu yang tersisa di Mekkah dimanfaatkan oleh jamaah haji untuk menuanaikan ibadah Umrah semampunya. Ada yang dalam seharinya beribadah umroh hingga 3 kali dan sebagainya hingga datang waktunya untuk meninggalkan Mekkah menuju Madinah.

Beberapa cerita menarik waktu haji di Mekkah yang sempat saya alami dan saksikan, diantaranya;

1. Ketika kami berada di Mina, ada seorang bapak-bapak namanya pak Suyuti, dia berangkat haji bersama istrinya. Dalam kehidupan sehari-harinya di Kota Pekalongan pak Suyuti ini sehat-sehat saja, tidak mengalami gangguan ingatan. Tapi ketika beliau berada di Mekkah tiba-tiba mengalami gangguan ingatan. Beliau sering tidak sadar bahwa dia sedang beribadah haji. Sehingga ketika kami sampai di Mina tiba-tiba beliau menghilang selama 2 hari. Kami dan para petugas pelayanan haji sudah mencari kemana-mana, tapi tidak menemukannya. Tiba-tiba setelah 2 hari menghilang, beliau kembali dengan sendirinya ke tenda kami, kami semua bengong dan heran, lantas kami bertanya kepadanya; “kemana saja pak Suyuti selama 2 hari?”. Lalu beliau menjawab: “ Lha wong saya itu silaturahmi diundang rekan kerja saya di sebelah sana, ada hajatan anaknya menikah”. Lantas kami semua yang tadinya ingin memarahinya, karena menghilang 2 hari tanpa ada kabar, setelah mendengar jawannya, kami semua tertawa terbahak-bahak dan menyangkal jawabannya dengan berkata :” mana ada orang ngadain hajatan nikahan di sini pak”. Ha ha ha ha, suara gemuruh tawa para jamah haji yang menyaksikan keanehan pada pa Suyuti.

2. Setelah pulang dari Mina, saya mendapatkan tugas khusus untuk mengawal dan menemani pak Suyuti menunaikan thawaf Ifadlah, dikarenakan Pembimbing haji khawatir dengan kondisinya yang aneh. Setelah saya antar dia menuju masjidil haram tiba-tiba beliau bertanya kepada ku:” Dik Agus, Ini itu pasar mana ya, kok ramai banget?” Saya langsung tertawa terbahak-bahak dalam hati, seraya menjawab: “Pak Suyuti, ini itu bukan pasar pak, tapi ini adalah masjidil Haram”. Lalu beliau menyahuti jawabanku : “Oh , pantesan ramai banget ya dek?”. Ha ha ha. Setelah selesai saya temani beliau melaksanakan thawaf dan sa’I, lalu tiba-tiba beliau menanyakan pertanyaan aneh lagi: “ Dik Agus, kapan kita pulang ke Pekalongan, dan kita pulangnya naik apa?”. Saya pun tak kuasa menahan tawa atas pertanyaannya, seraya menjawab dengan sopan: “ Pak, Kita ini sedang beribadah haji, jadi pulangnya ke Pekalongan nanti setelah ibadahnya selesai semua.” Ha ha ha….Sampai-sampai beliau tidak ingat bahwa istrinya sedang haji bersamanya di Mekkah.

3. Waktu rombongan jamaah haji ingin menunaikan Umrah sunnah bersama-sama, mereka menunjuk saya untuk menjadi guide. Tawaran itupun dengan senang hati saya terima, dan saya laksanakan sebaik-baiknya. Setelah kami semua mengambil miqot di Tan’im, lalu kami tiba di Masjidil Haram. Saya mendapatkan tugas untuk menemani bu Nana, karena hanya bu Nana lah yang tidak ada pasangannya, karena suaminya tidak ikut haji bersamanya. Jadi beliau haji sendirian, sedangkan kebanyakan jamaah haji disertai suaminya masing-masing. Setelah kami semua siap untuk thawaf, segera kita mulai putaran thawaf pertama dengan bareng-bareng, tapi setelah thawaf kedua dan ketiga tiba-tiba rombongan pun terpisah satu demi satu. Tapi sebelumnya kita sudah sepakat setelah selesai Umrah kita ketemu di bawah jam dinding besar di depan masjidil Haram. Nah, ketika putaran ke empat saya hanya bersama bu Nana saja, yang lainnya sudah tidak kelihatan olehku. Situasi saat itu tidak terlalu padat, jadi aku tawarkan bu Nana untuk mencium Hajar Aswad, semoga saja kita bisa menciumnya dengan mudah. Setelah berusaha maju ke depan Ka’bah akhirnya tanganku dan bu Nana bisa memegang Ka’bah dengan leluasa sambil menunggu deretan antrian untuk mencium Hajar Aswad. Sekitar 15 menit kami mengantri, akhirnya kesempatan mencium Hajar Aswad benar-benar terwujud di depan mata. Ku suruh bu Nana untuk mencium terlebih dahulu kemudian baru giliranku. Setelah sekita 20 detik aku menciumnya sambil berdo’a, akupun puas dan mundur untuk keluar dari desakan para jamaah haji yang sedang saling mendorong untuk berebut mencium Hajar Aswad. Belum sempat mundur dua langkah tiba-tiba tubuhku terdorong kesamping dan dengan tidak sengaja pakain ihromku yang menutup bagian atasku tertarik dan terlepas dari tubuhku hingga terbang jauh dan tidak sempat untuk ku ambil kembali sangking banyaknya orang. Dengan terpaksa akhirnya aku melanjutkan putaran tawaf dan sa’i dengan telanjang dada tapi tetap menutup aurot. Hampir setiap orang melihatiku keanehan, bahkan sempat ditanya oleh petugas haji setempat, dan aku jawab sesuai kejadian yang kami alami. Malu sih, tapi gimana lagi. He he he.

4. Pengalaman temanku yang menyedihkan ketika thawaf Qudum. Karena baru pertama kalinya tawaf, maka dia belum tahu situasi di sekitar Ka’bah. Di pahanya terikat tas kecil yang isinya uang, kartu maktab dan tiket kapal laut untu pulang nanti. Saat dia thawaf saking enaknya berdesak-desakkan diapun tak sadar, hingga sampai akhir putaran thawaf baru ia sadar melihat tas yang di pahanya tiba-tiba tidak ada lagi. Padahal tas itu terikat dengan kencang bahkan melingkar hingga perut, jadi tidak mungkin kalo tas itu terjatuh gara-gara desak-desakkan, akan tetapi pasti ada tangan-tangan jahil yang sengaja mencopet tas kecil temanku itu. Dengan tegar hati temanku menyelesaikan thawaf dan sa’i nya walaupun dengan perasaan sedih.

Kesimpulan

Cerita no. 1 dan 2, ternyata apa yang dikatakan oleh orang-orang mengenai cerita-cerita aneh dari orang-orang yang menuanikan ibadah haji, itu benar-benar terjadi bahkan dapat kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Perbuatan-perbuatan yang tidak di ridloi Allah waktu sebelum haji, itu akibatnya bisa Allah perlihatkan saat ibadah haji.

Kesimpulan cerita no. 4 adalah tidak semua orang yang beribadah haji di Mekkah murni untuk ibadah haji, tapi ternyata banyak orang-orang yang dengan sengaja memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil, mencopet bahkan merampok barang orang lain. Jadi, kita harus tetap waspada walaupun berada di Masjidil Haram. Sebab Syetan selalu menggoda manusia di manapun berada tidak melihat tempat dan keadaan.

Setelah batas waktu beribadah haji di Mekkah selesai, tibalah saatnya kami menuju ke madinah untuk berziarah mengunjungi raudlah syarifahnya baginda Nabi Muhammad saw, makhluk terhebat dan termulia di jagad raya ini.

Saya pun berpamitan kepada jemaah haji dari KBIH Pekalongan, dan mendahului mereka untuk segera berangkat ke Madinah dengan teman-teman mahasiswa Mesir lainnya. Maka kamipun hari itu berpisah dan berharap bisa bertemu lagi di Madinah.


Perjalanan Hajiku di Kota Madinah

Setelah sampai di Madinah kami menyewa losmen sederhana sebagai tempat tinggal kami dengan biaya sendiri. Hari pertama di Madinah, akupun langsung bergegas menunaikan sholat jamaa’ah di Masjid Nabawi, dan setelah itu saat yang ku tunggu-tunggu yakni menziarahi raudlahnya sayidina Rasulullah saw. Ternyata tangis bahagia pun tak bisa terbendung, cucuran air mata yang datang dari hati terdalam ini, rasanya ingin mewakili kerinduan yang telah bertahun-tahun terpendam. Akhirnya hari itu bisa kutumpahkan kerinduan itu hingga airmata mengering. Sungguh suatu kehormatan mendapatkan undangan untuk menziarahi-mu wahai kekasih hati tercinta sayidina Muhammmad junjungan seluruh makhluk Allah.

Saya tinggal di Madinah kurang lebih 5 hari, dan di hari ke 3 aku pun berjumpa dengan ke dua budheku tercinta beserta rombongan KBIH dari Pekalongan. Setelah sehari semalam kedua budheku ingin berziarah ke raudlahnya rasulullah tapi tidak ada yang mengantarnya, akhirnya mereka berdua dan ibu-ibu sekitar 5 orang punya inisiatif sendiri menyuruhku untuk menjadi guide ziarah mereka. Aku pun sangat senang bisa menemani budhe-budheku tercinta lagi.

Di sinilah aku mendapatkan pengalaman berharga yang tidak akan bisa terlupakan seumur hidupku atas perlakuan orang-orang wahhabi yang sangat dangkal cara berpikirnya. Setelah aku mengantarkan budhe dan ibu-ibu jemaah haji persis di samping pintu keluar dari raudlah, saya segera memimpin doa sedangkan ibu-ibu mengamininya. Di saat kami khusyu’ melantunkan do’a, tiba-tiba seorang petugas penjaga masjid mendatangi kami dengan berbahasa arab yang artinya:” Wahai saudaraku, haram berdo’a menghadap raudloh rasulullah. Berdo’alah menghadap kiblat”. Akupun mencoba tidak menghiraukan ucapannya. Dan akhirnya dia mengulangi ucapannya hingga 3 kali, dan akupun akhirnya menghentikan do’aku dan menjawabi pertanyaan-pertanyaan orang ini. Aku pun menjawabnya dengan jawaban-jawaban yang ringan:” Wahai saudaraku, kenapa kita tidak boleh berdo’a menghadap raudlah rasulullah?, Bukankah Allah itu maha mendengar atas segala penjuru arah, tidah hanya arah kiblat saja.” Akhirnya terjadilah perdebatan yang cukup seru, dan diapun merasa tak bisa menjawab atas bantahan-bantahanku, di panggilllah temannya untuk berdebat denganku, dan temannyapun kuwalahn menghadapi jawaban-jawanku atas pernyataan-pernyataan bodohnya orang-orang wahhabi yang sangat lucu jauh menyimpang dari agama. Karena dia merasa terpojokkan akhirnya malah aku yang dianggap telah menghinanya, dan di panggillah seorang polisi untuk menangkapku. Kemudian aku pun di periksa, dan di bawa ke tempat khusus yang di dalamnya ada sekitar 10 orang yang seprofesi dia sebagai polisi adab. Langsung aku di hujani berbagai macam pertanyaan yang menyangkut akidah, dengan mudah satu persatu aku jawab degan santai, tapi karena mereka banyak jadi sebelum aku selesai menjelaskan langsung di potong oleh temannya dan selama hampir satu jam aku di keroyok. Bagiku ini perdebatan yang sangat tidak fair, masak 1 orang di keroyok 10 orang. Jadi mau gak mau akupun akhirnya harus mengalah demi kebaikanku sendiri. Sebab kartu maktab dan photo copy pasporku ditahan mereka. Itu sama dengan menyanderaku dengan paksa. Bahkan akupun diancam akan diadukan ke pengadilan atas dalih penghinaan, yang minimal hukumannya penjara bawah tanah. Mentalkupun melemah setelah mendengar ancaman-ancaman seperti itu. Sebenarnya justru merekalah yang telah menghina rasulullah yang dianggap telah menjadikan syirik orang-orang yang menziarahinya. Sungguh itu su’ul adab terhadap rasulullah.

Akhirnya dari pada aku melayani debat dengan orang-orang yang tidak punya rasa cinta kepada rasulullah, lebih baik aku mengalah untuk menang. Akupun akhirnya diam tidak berkata sepatah katapun kecuali kata iya. Setelah satu setengah jam aku di sandera di tempat itu, akhirnya aku dibebaskan. Dan akupun setelah peristiwa itu baru tahu, ternyata memang benar kedangkalan cara berpikir seperti merekalah yang menghancukan Islam dari dalam. Sehingga dikit demi sedikit menggrogoti akidah umat muslim yang awam dengan mudah, untuk menjauh dari cinta kepada rasulullah dan para wali-wali Allah.

Di hari berikutnya, justru Allah mempertemukanku dengan orang saleh dari Sudan.Umurnya sudah di atas 50 tahun. Beliau dengan kerendahan hatinya menghampiriku dan mengajak berbincang-bincang masalah agama dengan berbahasa Arab. Orang itu sungguh sangat mencintai baginda rasulullah, dan ahli baitnya ( para wali Allah). Beliau banyak menanyakan hal-hal penting kepadaku, dan Al-hamdulillah beliau sungguh sangat takjub dengan jawaban-jawaban yang aku lontarkan. Dan itu semua merupakan ilmu-ilmu penting yang yang pernah aku dapatkan karena belajar dengan seorang guru tercinta-ku di Mesir. Akupun merasa puas Allah mempertemukanku dengan orang tersebut. Semoga di kesempatan yang lain kita bisa di pertemukan lagi.

Pada hari ke 4 akupun bersiap-siap untuk mengurus pasporku di kantor imigrasi Madinah untuk segera pulang kembali ke negara Mesir tercinta. Lima hari di Madinah benar-benar aku puasin untuk beribadah dan berziarah ke raudlah rasulullah setiap harinya, dan tak lupa juga menziarahi Baqi’ (tempat dimakamkannya para sahabat rasulullah dan juga para syuhada’ perang fi sabilillah).

Tibalah hari akhirku menginjak tanah Madinah, akupun berpamitan kepada seluruh rombongan haji dari Pekalongan untuk segera kembali guna melanjutkan study mengais ilmu di bumi kinanah Mesir.

Al-hamdulillah, akhirnya aku dan seluruh mahasiswa jamaah haji dari Mesir, dengan transportasi kapal laut, tiba dengan selamat tanpa ada gangguan sekecil apapun. Tiada kata yang bisa ku ucapkan kecuali puji syukur atas anugerah yang telah Allah anugerahkan kepadaku dalam menunaikan ibadah haji yang mulia ini, sehingga bisa menikmati dan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya didua tanah suci Mekkkah dan Madinah.


Lainnya:

Popular Posts