"Selamat Datang Di Blognya Gus Mied Baidlowi"

Oleh: Gus Mied Baidlowi
(Mahasiswa Fak. Hadits Ushuluddin Al-Azhar Cairo Mesir)

Pada dasarnya setiap manusia akan mempunyai tabiat meniru apa yang dianggap baik dan tidak ketinggalan zaman. Pakaian merupakan hiasan tubuh manusia yang modenya akan selalu berubah setiap zaman. Mode pakaian yang sudah ketinggalan zaman akan ditinggalkan dan mode pakaian masakinilah yang akan jadi trend.

Pada zaman sekarang ini peradaban negara-negara baratlah yang maju dan menguasai dunia, produk-produk dari desain teknologi mutahir yang ditemukan akan selalu menghiasi aktifitas interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Mulai dari kebutuhan barang primer; seperti sandang, papan, dan makanan sampai kebutuhan sekunder, seperti alat transportasi; mulai dari sepeda ontel hingga pesawat, alat komunikasi; mulai dari secarik surat sampai telpon seluler. Dan kebutuhan manusia seperti itu akan mengalami pembaharuan disetiap zamannya, baik dari segi kualitas dan fasilitasnya.

Hampir semua alat-alat tersebut adalah hasil penemuan orang-orang barat yang notabenenya adalah non muslim. Masalah yang sampai sekarang menjadi pokok perbincangan seputar agama yang selalu menarik adalah sebuah pertanyaan yang berbunyi; apakah orang–orang Islam yang menyerupai atau meniru berpakaian dan menggunakan barang-barang tersebut, berarti telah termasuk dalam golongan mereka (kafir)? Mari kita bahas bersama-sama!

Sebenarnya, pokok masalah yang mendasari pertanyaan ini adalah hadits Rasulullah saw, yang berbunyi:

" من تشبه بقوم فهو منهم "

Yang artinya: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari kaum itu”.

Sekarang yang jadi pembahasan dari hadits di atas adalah; jikalau makna hadits ini mutlak (semua aspek), maka hampir seluruh orang Islam telah masuk ke dalam golongan orang-orang non Islam alias kafir, karena hampir semua kebutuhan orang Islam menyerupai mereka, mulai dari berpakaian sampai penggunaan alat-alat canggih penemuan mereka. Maka, apa sih sebenarnya maksud dari hadits di atas?

Menyerupai atau meniru dalam berpakain dan penggunaan alat-alat canggih yang telah digunakan oleh orang-orang non muslim tidak akan menjadikan seorang muslim keluar dari agamanya alias murtad. Karena kanjeng Rasul telah bersabda:

" ان الله لا ينظر الي صوركم ولا اجسا مكم ولكن الله ينظر الي قلو بكم "

Yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa ataupun bentuk badan kamu sekalian akan tetapi Allah melihat hati kamu sekalian”.

Kemudian Allah juga menegaskan didalam al-Quran :

" يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر "

Yang artinya;” Allah menghendaki kamu sekalian kemudahan dan tidak menghedaki kamu sekalian kesulitan” (QS: Al-Baqarah : 185).


an ini sesuai dengan hadits Rasulullah :

" يسروا ولا تعسروا “

Yang artinya: ”Permudahlah (urusan kamu sekalian) dan jangan kamu persulit”.

Jadi, sungguh jelas sekali bahwasanya Allah dan rasul-Nya menghendaki hamba-hamba-Nya untuk mempermudah segala urusannya, dan tidak memperdulikan bentuk pakaian, atau objek sarana baik untuk berinteraksi atau beribadah selama tidak melanggar ajaran agama Islam. Pada zaman Rasulullah saw, mode pakaian dan sarana transportasi belum sebagus dan secanggih sekarang. Untuk bepergian dari kota Mekkah ke kota Madinah saja, membutuhkan waktu berhari-hari, karena sarana transportasi yang ada saat itu sangat sederhana, yaitu berupa kuda dan unta. Terus, bagaimana dengan orang Islam yang hidup di zaman sekarang yang serba maju dan canggih ini? Apakah mereka harus bersusah payah seperti di zaman rasulullah dahulu, atau mereka harus meniru dan menyerupai orang-orang barat yang non Islam?

Jadi, yang dimaksud dari hadits di atas adalah; bukan meniru atau menyerupai dalam hal berpakaian dan penggunaan alat-alat modern yang telah mereka pakai sehari-hari, akan tetapi tasyabbuh (menyerupai) disitu adalah meniru atau menyerupai di dalam aqidah (keyakinan) terhadap sesuatu yang mereka sembah. Sebagaimana contoh keserupaan antara orang Islam dan orang Majusi yang sama-sama menggunakan api sebagai alat penerang dan alat bakar, akan tetapi di samping itu orang Majusi meyakini dan menyembahnya sebagai tuhan mereka, berbeda halnya dengan orang Islam.

Hemat penulis, menyerupai zahir suatu kaum tidak selalu merupakan indikasi terhadap adanya persamaan teologi dengan mereka yang ditiru. Tidak pula merupakan bentuk pengakuan akan superioritas orang yang ditiru, atau indikasi cinta kepada yang ditiru.

Adapun hadits di atas sesungguhnya memuji orang-orang jelata yang menyerupai atau meniru orang-orang shalih dalam keseharian mereka. Karena seorang penyair mengatakan:

" تشبهوا بالكرام إن لم تكونوا مثلهم # إن التشــبه بالكــرام فـلاح "

Yang artinya: Walau tak ada kesamaan, tirulah orang-orang mulia Walau sekedar tiruan, yakinlah anda akan jaya!.

Jadi, hadits di atas jangan ditafsirkan jauh-jauh. Karena orang yang berniat buruk tidak akan mendapat dosa sebelum melakukannya, sedangkan orang yang berniat baik sudah dapat pahala sebelum melakukannya. Begitu juga orang yang meniru orang kafir, tidak akan dinilai kafir jika tidak disertai niat (kesamaan keyakinan), sementara orang yang meniru orang shalih (walau zahirnya saja), insya'allah dapat juga gelar shalih.

Kesimpulannya; meniru dan menyerupai kaum non-muslim sangat diperbolehkan selama tidak menyerupai dalam aqidahnya, tidak membuka aurat dan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Wala haula wala quwata illa billah.


Lainnya:

Popular Posts