"Selamat Datang Di Blognya Gus Mied Baidlowi"

Oleh: Gus Mied Baidlowi
(Mahasiswa Fak. Hadits Ushuluddin Al-Azhar Cairo Mesir).

KCB, sebuah karya perfileman yang sukses dan mendapatkan perhatian lebih dari jutaan penonton baik dalam maupun luar negeri. Bahkan konon filem itu mengabiskan dana sampai puluhan milyar rupiah. Sehingga tak heran jika judul filem karya novelis muda Habiburrohman el-Sairozi.Lc itu selalu teringat di benak para penontonnya.

Namun dari itu, ternyata KCB tidak hanya terkenal menjadi sebuah judul filem saja, bahkan menjadi julukan bagi segolongan orang yang pakaiannya terlihat rada sedikit tidak wajar, karena model celana yang umumnya panjang menutupi mata kaki, oleh mereka dipotong sampai kelihatan betisnya. Merekalah “Kelompok Celana Banjir“ yang disingkat menjadi KCB.

Di mata penulis, itu adalah sebuah fenomena yang aneh tapi nyata, sekelompok orang yg mengenakan celana bak orang kebanjiran, padahal saat itu tak ada petir apalagi hujan. Tapi ternyata keanehan itu sungguh nampak disebagian lingkungan masyarakat sekitar kita yang notabenenya adalah mempelajari ilmu agama Islam.
Benarkah Islam mengajarkan yang seperti itu? Mari kita kaji bersama-sama!

Di salah satu buku hadits ditemukan sebuah perkataan:

"Man asbala tsaubahu fi al-naar".
Yang artinya “ barang siapa yg berisbal maka masuk neraka“.

Dari hadits ini, para penganut KCB beramai-ramai memotong celana dan jubah mereka hingga atas mata kaki. Bahkan menganggap orang lain yang tidak sepaham, mereka katakana telah salah dan siap-siaplah untuk masuk neraka.
Benarkah hadits ini bermakna seperti ungkapan di atas? Jikalau benar, maka hampir setengah umat muslimin akan masuk neraka sedangkan surga hanya akan dihuni penganut KCB.

Isbal adalah sebuah istilah yg berarti memanjangkan pakaian hingga melebihi mata kaki.
Dalam hadits di atas, perintahnya untuk umum tanpa membedakan jenis kelamin kaum lelaki ataupun perempuan. Tapi kenapa pada prakteknya hanya kaum laki-laki saja yang mempraktekkannya? Sedangkan kaum perempuan tidak? Dari sini timbul tanda tanya besar.

Mengenai pertanyaan di atas, penulis pernah mendengar jawaban dari seorang penganut KCB yang berdalih karena atas dasar aurat. Jikalau seperti itu, rasanya kurang tepat, sebab bukankah di dalam suatu riwayat hadits disebutkan nafsu syahwat perempuan itu lebih besar dari pada laki-laki, diibaratkan sembilan banding satu. Jadi, apakah hanya kaum laki-laki saja yang bersyahwat ketika melihat betis kaum perempuan? Sedangkan kaum perempuan tidak akan bersyahwat ketika melihat betisnya kaum laki-laki? Alasan ini menurut penulis harus di kaji ulang, bahkan jika berdasarkan riwayat hadits itu berarti tidak tepat.

Setelah mendengar alasan yang pertama tadi, penulis pernah menanyakan kepada salah seorang penganut KCB, tentang model pakaiannya yang serba pendek yang dalam bahasa jawanya “cingkrang”? Dan jawabannya: ”Demi menjaga pakaian dari najis yang berserakan di jalan-jalan”. Oh, begitu toh. Tapi sementara itu penulis melihat disampingnya sosok perempuan yang bercadar mengenakan pakaian hitam yang serba panjang, bahkan menyentuh tanah. Perempuan itu adalah istrinya. Lalu penulis terbesit pertanyaan di hatinya apakah suaminya tidak berfikir atas alasan yang dikemukakannya tadi, sedangkan istrinya sendiri malah mengenakan pakaian yang bersebrangan dengan jawabanya. Apakah hanya kaum laki-laki saja yang harus menjaga pakaiannya dari najis sedangkan kaum perempuan tidak? Oh, no!!!
Jadi, alasan yang kedua inipun terkesan lucu dan jauh dari yang diharapkan.

Di sini, penulis hanya ingin menyampaikan pendapatnya menurut substansi yang diajarkan oleh agama Islam yang selalu mengedepankan esensi dari pada atribut-atribut zahir yang sering menipu. Sebagaimana dipertegas oleh Rasulullah dalam sabdanya:

“Innallaha laa yandluru ila suwarikum wala ajsamikum, walakin yandluru ila qulubikum”.
Yang artinya “Bahwasanya Allah tidak melihat bentuk pakaian dan tubuh kalian, melainkan Allah senantiasa melihat hati kalian.

Lalu di perkuat lagi dengan sabda Rasulullah yang lain:

“Inna fil jasadi mudlghotun, idza soluhat soluhat jasadu kulluhu, wa idza fasadat, fasadat jasadu kulluhhu, alaa wahiya al-qolbu”.
Yang artinya: “ Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal darah, jika ia itu baik maka baiklah semuanya, dan jikalau ia rusak, maka rusaklah semuanya, apakah itu? dialah hati”.

Apalah artinya sebuah atribut pakaian yang melekat di tubuh, kalau ternyata hatinya lebih busuk dari orang gila yang tidak berpakaian sama sekali . Dan Islam itu, selalu melihat esensi dari setiap amal ibadah manusia bukan berdasarkan atribut semata.

Apakah gara-gara sebuah pakaian menjadi penghalang seseorang masuk surga? Sedangkan di sana ada seekor hewan yang dijanjikan Allah memasuki surga-Nya, padahal di dunia tidak pernah berpakaian sama sekali. Dialah Qitmir, anjingnya Ashabu al-Kahfi. Lantas, sebab-sebab apakah yang menjadikan seseorang terhalang untuk masuk surga? Baginda Rasulullah bersabda:

“La yadkhulu al-jannata man kana fi qolbihi mitsqola dzarrotin min kibrin”.
Yang artinya: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat secuil sifat sombong”.
Itulah, sebab yang akan menghalang-menghalangi seseorang masuk dalam surga-Nya, bukan disebabkan atribut pakaian semata.

Setelah kita membahas hadits-hadits di atas, penulis ingin mengungkap hadits yang berkaitan tentang isbal secara lengkap. Sungguh benar Rasulullah pernah melarang isbal, akan tetapi isbal yang di larang bukan sembarang isbal, melainkan isbal yang disertai dengan sifat congkak dan sombong sebagaimana sabdanya:

“Man jarra tsaubahu khuyala’a fi al-nar”
Yang artinya: “Barang siapa yang memanjangkan pakaiannya dengan bersombong maka nerakalah tempatnya”.

Dari hadits ini, maka terjawablah sudah permaslahan yang menjadi problematika ini.di Sebab Allah tidak mungkin memasukkan hamba-Nya gara-gara masalah pakaian sebagaimana penjelasan hadits sebelumnya, yang menjadi masalahnya adalah sifat khuyala’ (sifat congkak dan sombong) tersebut.

Diperkuat lagi dengan sebuah riwayat yang menjelaskan asbabul wurudnya hadits di atas.
Saat itu, Rasulullah melihat kelakuan raja-raja Yaman yang pakaiannya serba panjang menjulur ke lantai seraya berbangga diri dan sombong merasa dirinya paling hebat, maka Rasulullah menyabdakan hadits itu. Baginda Nabi bukan melarang isbalnya melainkan sifat congkak dan sombong yang bersemayam di hati seseorang, sebagaimana halnya pertanyaan sayidina Abu Bakar perihal dirinya yang mengenakan baju lebar dan berisbal kepada baginda Nabi, “Apakah saya termasuk seperti mereka ya rasulallah”? Rasulullah menjawab: “Tidak, kamu tidak seperti mereka”. Sebab sayidina Abu Bakar adalah orang hatinya bersih dari sifat-sifat tercela tersebut.

Inilah salah satu problematika kaum muslimin yang seringkali membuat perpecahan dan bahkan saling menuduh salah satu sama lainnya, yang disebabkan karena: “Nashshun shohih wa fahmuhu khoti’un li nashshin shohih”. Yang artinya: "Teksnya benar, tapi pemahaman terhadap teksnya yang salah". Sehingga bukan solusi yang didapat, akan tetapi malah terperosok ke dalam jurang hitam yang semakin dalam. Maka dari itu waspadalah, jangan tertipu oleh kemasan semata, bisa jadi botol yang bertuliskan susu ternyata isinya minuman keras, dan sebaliknya botol yang bertuliskan minuman keras ternyata isinya air mineral.


Pesan penulis:
Wahai penganut KCB yang budiman, jangan sampai pemahaman yang anda anut itu malah menjerumuskan anda sendiri ke dalam neraka-Nya. Sebab sifat merasa anda yang paling benar dan menganggap yang lainnya salah itu dalam kategori congkak dan sombong, yang nantinya akan bisa menjadi penghalang anda sendiri untuk masuk ke surga-Nya. Wal-‘Iyadlubillah.


Wala haula walaa quwwata illa billah.


Lainnya:

Popular Posts